Geopark Kaldera Toba, Apakah Layak Jadi Warisan Dunia?

MEDAN-November mendatang merupakan batas waktu penilaian terhadap Geopark Kaldera Toba, apakah layak menjadi warisan dunia. Kegagalan pada 2015 hendaknya menjadi cambuk untuk semua pihak. Hal itu disampaikan Manager Area Geopark Samosir, Wilmar Simanjorang.

Seperti kita tahu, wacana geopark Kaldera Toba terus bergulir dalam 10 tahun terakhir. Berbagai diskusi, seminar dan kajian telah dilakukan. Terutama oleh elemen-elemen masyarakat. Memang konsep geopark harus bottom up, diusulkan oleh masyarakat. Pemerintah lebih bersifat fasilitator-regulator. Nantinya masyarakat adalah pelaku utama dalam konsep geopark. Karenanya masyarakat harus benar-benar paham dengan konsep geopark itu sendiri.

Untuk itu semua masyarakat yang tinggal di Kawasan Danau Toba harus bersatu. Khususnya dalam pemahaman.

Dalam terminologi budaya Batak, masyarakat harus “sisada” gondang. Pemerintah dan masyarakat di masing-masing geo area harus bersatu. Seperti disebut Wilmar, keberhasilan Geopark Kaldera Toba masuk dalam Global Geopark Networking (GGN) tak lepas dari kesiapan dari masing-masing geo area, yaitu Geo Area Porsea, Geo Area Haranggaol, Sibandang dan Geo Area Samosir guna memenuhi rekomendasi UNESCO.

Hal sama juga disampaikan Peraih “Geopark Herois 2016” dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Gugun Baringin Marbun.
Menurutnya, yang paling penting semua masyarakat yang tinggal di kawasan Danau Toba harus bersatu. Jangan terjebak ego sektoral. Konsep geopark adalah manajemen kawasan. Tidak ada yang diuntungkan secara pribadi. Tetapi keuntungan itu akan dirasakan seluruh masyarakat.

“Masyarakat harus kompak. Ini saatnya menunjukkan kepada dunia, orang Batak itu, solid,” kata Gugun.

Gugun menjelaskan, sebagaimana sejarah dan tujuannya, semangat geopark adalah untuk mengintegrasikan pengelolaan warisan geologi (geological heritages) dengan warisan budaya (cultural heritages). Tujuannya antara lain, konservasi, edukasi dan sustainable development.

Konsep ini dikembangkan pertama kali di Eropa sejak tahun 1999 dan mendapat dukungan dari UNESCO. Saat ini sedikitnya sudah ada 78 wilayah di 21 negara yang sudah ditetapkan sebagai geopark.

Di Indonesia sedikitnya dari empat wilayah yang pernah diusulkan pemerintah, yakni Danau Batur, Pacitan, Danau Toba dan Raja Ampat. Hanya Danau Batur dan Pacitan yang masuk nominasi geopark. Danau Batur dijadikan geopark karena di kawasan itu terdapat gunung aktif dan danaunya. Pacitan merupakan kawasan batu karst dengan sejumlah gua alaminya.

Jejak Geologis

Bagaimana dengan Danau Toba? Ada banyak alasan menjadikan Danau Toba menjadi geopark. Pertama, dari segi sejarah. Gunung Toba pernah meletus tiga kali.

Letusan pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, meliputi daerah Prapat dan Porsea. Letusan kedua yang memiliki kekuatan lebih kecil, terjadi 500 ribu tahun lalu. Letusan ini membentuk kaldera di utara Danau Toba. Tepatnya di antara Silalahi dengan Haranggaol.

Letusan ketiga adalah yang paling dashyat. Diperkirakan terjadi 74.000 tahun lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera yang menjadi Danau Toba dengan Pulau Samosir di tengahnya. Bagian yang terlempar akibat letusan itu mencapai luas 100 km x 30 km persegi.

Alasan kedua, letak geografis Gunung Toba berada di pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik.
Sebanyak 80% dari wilayah Indonesia, terletak di lempeng Eurasia, yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Banda. Setiap tahun lempeng-lempeng ini bergeser atau menabrak lempeng lainnya dengan jarak tertentu.

Lempeng Indo-Australia, misalnya, mendesak lempeng Eurasia sejauh 7 cm per tahun. Lempeng Pasifik yang bergeser secara relatif terhadap lempeng Eurasia sejauh 11 cm per tahun. Dengan posisi geografis itu, sangat wajar jika Danau Toba dijadikan salah satu pusat studi geologi dunia, sesuai dengan syarat geopark itu sendiri.

Alasan ketiga, kekayaan flora dan fauna yang ada di kawasan Danau Toba. Sebagai hutan tropis yang beriklim sejuk, hutan-hutan yang terdapat di sekitar Danau Toba kaya akan tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan baik sebagai bahan baku obat-obatan maupun untuk kebutuhan kuliner.

Tumbuhan langka seperti edelweis (anaphalis javanica) atau kantung semar (nepenthes) masih dapat dengan mudah ditemukan di Pulau Samosir. Termasuk anggrek putih yang unik dan aneh.

Di samping itu, rimbunan hutan yang berada di pegunungan yang melingkupi Danau Toba juga kaya dengan binatang endemis. Termasuk Harimau Sumatera.

Alasan keempat, kekayaan akan seni dan budaya. Ada 7 kelompok etnis yang berdiam di kawasan Danau Toba yakni Toba, Karo, Simalungun, Pak-pak, Dairi, Angkola, Mandailing. Peninggalan sejarah budaya masing-masing etnis ini juga masih bisa ditemukan.

Sumber: https://www.gosumut.com/berita/baca/2017/10/06/geopark-kaldera-toba-apakah-layak-jadi-warisan-dunia#sthash.vzRH0pBF.NowYpNVr.dpbs