TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR – Status Batur Geopark sebagai bagian dari Global Geoparks Network (GGN) yang ditetapkan oleh badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni UNESCO, kini sedang terancam.
Satu-satunya geopark di Indonesia yang diakui oleh PBB itu harus secepatnya berbenah agar posisinya dalam GGN bisa dipertahankan saat UNESCO melakukan penilaian ulang (re-assessment), 20 September 2015 nanti.
Diketahui, saat ini empat dari 31 geosite penting di Batur Geopark mengalami kerusakan parah akibat ulah manusia berupa kegiatan penambangan batuan dan pasir secara massif di kawasan itu.
Kerusakan tersebut bakal menjadi catatan buruk bagi lembaga pengelola Batur Geopark. Sehingga saat re-assessment nanti bisa saja berdampak pada dicoretnya Batur Geopark dalam daftar GNN.
Geosite adalah tempat yang memiliki jejak rekaman penting tentang sejarah bumi.
Ketut Suharta, ahli geologi dari Batur Geopark, mengatakan sebenarnya ada lebih dari 31 geosite di Batur Geopark.
Baru-baru ini ditemukan lagi 10 geosite lagi, sehingga total menjadi 41 geosite di Batur Geopark, salah-satu geopark terindah dan terbesar di dunia. (Baca: Status Batur Geopark Terancam)
“Artinya, Batur Geopark ini istimewa. Sayang, potensinya terancam tak berguna kalau tidak segera dilakukan pengelolaan yang integral, dimana masyarakat sekitar juga mendapatkan manfaatnya,” kata Ketut Suharta.
Menurut Suharta, kondisi di lapangan memang dilematis.
Di satu sisi ada kepentingan untuk menjaga dan bahkan mengembangkan Batur Geopark sebagai taman wisata alam yang memenuhi standar konservasi lingkungan.
Namun, di sisi lain, pada saat bersamaan masyarakat di kawasan itu juga perlu perhatian untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka.
“Bagaimana dua kepentingan itu dijalankan seiring, disitulah pekerjaan rumahnya,” kata dia.
Jika tidak ada upaya untuk memberi lapangan pekerjaan alternatif yang berkelanjutan pada masyarakat di sekitarnya, maka akan tidak mudah untuk mencegah adanya penambangan batuan dan pasir di Batur Geopark.
Kabarnya, ada sampai 500 kali truk-truk datang dan pergi setiap hari ke area penambangan batuan dan pasir di dalam kawasan geopark.
Selain merusak geosite, berdasarkan pantauan Tribun Bali (Tribunnews.com Network), lalu lalang truk dan kendaraan berat lainnya itu juga membuat jalanan di dalam kawasan Batur Geopark rusak, serta meningkatkan polusi udara.
“Yang terjadi sudah bukan penambangan kecil, karena telah menggunakan alat-alat berat. Masalahnya, ini sudah urusan perut,” kata Suharta.
Pada 6 April lalu, Bupati Bangli, I Made Gianyar, menghadap Gubernur Made Mangku Pastika terkait urusan penertiban penambangan yang sudah memasuki kawasan Batur Geopark itu.
Gubernur lantas memerintahkan Pemkab Bangli untuk melakukan penertiban terhadap para penambang, yang beberapa di antaranya disebut tidak berizin alias ilegal.
Sejak akhir tahun 2014, kewenangan dalam urusan pertambangan batuan (sebelumnya disebut batuan Golongan C) memang sudah beralih ke pemerintah provinsi, tidak lagi di pemerintah kabupaten/kota.
Ini sesuai dengan aturan baru dari pemerintah pusat.
Namun, pada 24 April, ratusan sopir truk tambang dan pemilik galian berdemo di depan Kantor Bupati Bangli untuk memprotes tindakan penertiban.
Mereka membawa puluhan truknya.
“Kemana lagi kami harus mengadu? Penutupan penambangan Galian C membuat pekerjaan kami hilang. Keberadaan geopark tidak ada manfaatnya bagi keluarga kami,” kata seorang sopir yang ikut berunjuk rasa.